Jawaban Bijak Gus Baha saat Ditanya soal Gus Miftah yang Viral Mengolok dalam Kajian

Jawaban Bijak Gus Baha saat Ditanya soal Gus Miftah yang Viral Mengolok dalam Kajian
Jawaban Bijak Gus Baha saat Ditanya soal Gus Miftah yang Viral Mengolok dalam Kajian

 

KH Ahmad Bahauddin Nursalim, yang akrab disapa Gus Baha, dikenal sebagai ulama dengan pendekatan dakwah yang menenangkan dan bijak. Ketika ditanya tentang viralnya guyonan kontroversial Gus Miftah, Gus Baha memberikan jawaban yang penuh hikmah dan humor tanpa kehilangan esensi nasihatnya.


Latar Belakang Kontroversi Gus Miftah

Nama Gus Miftah, atau Miftah Maulana Habiburrahman, sempat menjadi perbincangan publik setelah sebuah video viral memperlihatkan ia mengolok penjual es teh bernama Pak Sunhaji. Meski Gus Miftah telah meminta maaf kepada Pak Sunhaji, muncul lagi video-video lain yang memperlihatkan gaya guyonannya yang dianggap kasar, termasuk ejekan terhadap pesinden senior, Yati Pesek.

Kasus ini memicu diskusi di kalangan masyarakat tentang batasan dalam bercanda, terutama dalam konteks dakwah. Banyak yang mempertanyakan bagaimana seorang pendakwah semestinya menjaga adab dalam menyampaikan pesan agama.


Pertanyaan Provokatif Tentang Gelar "Gus"

Dalam sebuah acara ngaji bersama Gus Baha dan Prof. Quraish Shihab yang disiarkan di YouTube Universitas Islam Indonesia pada 5 Desember 2024, seorang jemaah melontarkan pertanyaan yang menyentil isu ini. Ia bertanya, "Apa sebenarnya sejarah dan standar gelar ‘Gus’? Apakah gelar ini hanya untuk anak atau menantu kiai? Atau bisa diberikan kepada siapa saja?"

Pertanyaan ini juga menyinggung kebiasaan gelar kehormatan di daerah lain seperti "Lora" di Madura. Jemaah tersebut dengan nada humor bahkan menanyakan apakah di zaman Rasulullah, putra-putra Nabi Muhammad juga dipanggil dengan gelar serupa.


Respon Gus Baha: Bijak, Santai, dan Berprinsip

Gus Baha menanggapi pertanyaan tersebut dengan gaya khasnya yang penuh humor namun sarat hikmah. Ia membuka jawaban dengan tawa kecil, “Ini saya jawab yang provokatif dulu, semoga diampuni oleh Allah Ta'ala.” Pernyataan ini menunjukkan kemampuan Gus Baha untuk mengelola pertanyaan sensitif tanpa terjebak dalam provokasi.

Ia menjelaskan pentingnya mengabaikan pertanyaan yang sifatnya memecah belah. Gus Baha mengutip kisah Nabi Musa sebagai analogi. Dalam sebuah cerita, Nabi Musa diminta Allah untuk tidak menjawab permintaan seseorang yang gemar mengadu domba (namam). Allah menegaskan bahwa menunjuk pelaku fitnah juga bisa dianggap sebagai bagian dari fitnah itu sendiri. "Intinya Allah terus mengabaikan sekian peristiwa namam," jelas Gus Baha.

Gus Baha kemudian menyampaikan candaan yang memperlihatkan kepiawaiannya dalam menyeimbangkan nasihat serius dengan humor, “Memang saya termasuk Gus yang asli, itu jelas sekali,” ujarnya sambil tertawa. Candaan ini tidak hanya mencairkan suasana tetapi juga menunjukkan kepercayaan dirinya sebagai seorang pendakwah yang mumpuni.


Sejarah dan Makna Gelar "Gus"

Secara budaya, gelar "Gus" merupakan penghormatan kepada anak kiai, khususnya di Jawa. Kata ini berasal dari kata “bagus,” yang bermakna tampan atau terhormat. Biasanya, gelar ini diberikan kepada putra kiai yang diharapkan melanjutkan estafet dakwah orang tuanya.

Namun, penggunaan gelar ini kini sering melebar, termasuk kepada menantu kiai atau bahkan orang yang bukan bagian dari keluarga pesantren tetapi dianggap memiliki kedekatan dengan ulama. Di Madura, gelar serupa dikenal dengan istilah "Lora."

Gus Baha tidak mempermasalahkan pemakaian gelar ini, selama digunakan dalam semangat penghormatan dan bukan untuk menciptakan eksklusivitas. Jawaban ini mencerminkan prinsip inklusivitas dalam Islam yang mengutamakan substansi di atas simbol.


Hikmah dari Jawaban Gus Baha

Pendekatan Gus Baha memberikan pelajaran penting dalam menghadapi situasi kontroversial: fokus pada substansi dan abaikan hal-hal yang dapat memicu konflik. Beliau menunjukkan bahwa humor bisa menjadi alat dakwah yang efektif, asalkan tidak menyakiti hati orang lain.

Gus Baha juga mengingatkan pentingnya adab dalam bertanya, terutama ketika berhadapan dengan isu sensitif. Dalam Islam, prinsip menjaga lisan sangat ditekankan, seperti yang dinyatakan dalam hadits, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam."


Refleksi untuk Dunia Dakwah

Kasus ini menggarisbawahi perlunya introspeksi bagi para pendakwah. Dakwah adalah sarana untuk menyampaikan pesan Islam, bukan untuk mengolok-olok atau menyakiti. Gus Baha, dengan gaya santai dan penuh hikmah, mengajarkan bahwa humor dalam dakwah harus bersifat membangun, bukan merendahkan.

Melalui jawaban bijaknya, Gus Baha berhasil meredakan isu yang bisa saja memicu perdebatan lebih besar. Beliau mengingatkan kita semua untuk selalu mengutamakan kasih sayang, baik dalam berdakwah maupun dalam kehidupan sehari-hari.